Makalah Kerajaan Kutai

KERAJAAN KUTAI

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.

Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan
 Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu. 

A. SISTEM POLITIK KERAJAAN KUTAI
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara–tempat suci untuk memuja Dewa Siwa di pulau Jawa disebut Baprakewara.

Nama-Nama Raja Kutai 

Ø  Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
Ø  Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
Ø  Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
Ø  Maharaja Marawijaya Warman
Ø  Maharaja Gajayana Warman
Ø  Maharaja Tungga Warman
Ø  Maharaja Jayanaga Warman
Ø  Maharaja Nalasinga Warman
Ø  Maharaja Nala Parana Tungga
Ø  Maharaja Gadingga Warman Dewa
Ø  Maharaja Indra Warman Dewa
Ø  Maharaja Sangga Warman Dewa
Ø  Maharaja Candrawarman
Ø  Maharaja Sri Langka Dewa
Ø  Maharaja Guna Parana Dewa
Ø  Maharaja Wijaya Warman
Ø  Maharaja Sri Aji Dewa
Ø  Maharaja Mulia Putera
Ø  Maharaja Nala Pandita
Ø  Maharaja Indra Paruta Dewa
Ø  Maharaja Dharma Setia

A. Raja Kudungga
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya menjadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun-temurun.

B. Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.



C. Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Sementara itu Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Hindu. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Rakyat hidup tenteram dan sejahtera.

Hanya ketiga raja tersebut yang tertulis dalam prasasti Yupa. Sementara itu raja-raja lain setelah Mulawarman belum diketahui secara pasti karena keterbatasan sumber sejarah.

NB :
Nama Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.

KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN KUTAI

Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut:

1.       Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur.
2.       Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri.

Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang. Jika dilihat dari letak geografis, Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
 

Sementara itu dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) yang disebut Vratyastoma. Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara tersebut, menurut para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah keagamaan.


RUNTUHNYA KERAJAAN KUTAI

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung Kute).

Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

Komentar

Postingan Populer